Menulis Sebagai Sarana Meditasi Diri

Meluapkan segala perasaan ataupun emosi kepada orang lain hanya akan menambah permasalahan baru apabila tidak bertemu dengan orang yang tepat. Kita tak ingin kalau masalah kecil malah menjadi masalah yang besar. Tentu kita menginginkan ada tempat untuk menyalurkan perasaan itu. Maka sebagai sarana menyalurkan perasaan atau emosi, menulis bisa menjadi salah satu alternatif yang kita ambil daripada mengambil cara-cara yang negatif.

Dr. Fahrudin Faiz seorang filsuf sekaligus dosen Filsafat Islam mengatakan dengan menulis dapat menjadi alat meditasi diri. Tentang bagaimana kita meluapkan sebuah emosi. Emosi amarah memiliki energi yang kuat. Apabila disalurkan ke hal-hal negatif dapat membahayakan diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Siswa menengah atas, MA/SMK dan sederajat yang berusia 16 sampai 19 tahun akan menjumpai perasaan emosi yang kadang-kadang belum bisa dikendalikan oleh dirinya sendiri. Bisa jadi malah akan menganggu aktivitas orang yang ada disekitar. Daripada berimbas negatif ke orang lain. Saya ingin mengajak teman-teman menyalurkan emosinya dengan cara menulis. Agar menjadi sarana untuk meditasi atau menenangkan diri.

Menulis bisa apapun. Tidak harus yang ilmiah atau penelitian. Kamu dapat menulis cerita yang sedang kamu rasakan. Misalnya, “Saya hari ini merasakan bahagia apabila makan yang enak-enak. Saya akan merasa tenang bila keinginan dapat terpenuhi dan seterusnya…”. Intinya tuangkan saja isi pikiran yang ada di kepalamu. Lalu bisa ditulis di buku catatan. Kalau tidak punya buku catatan bisa juga di Hape kamu. Jadi tidak ada halangan untuk menulis.

Cara meluapkan perasaan sebenarnya bisa juga seperti dengan berolahraga. Namun dengan cara menyalurkan ke dalam tulisan, apa yang pernah dirasakan bisa dibaca lagi pada masa yang akan datang. Barangkali suatu saat juga menjumpai masalah yang sama. Jadi akan lebih mudah untuk menemukan solusinya ketika persoalan emosi itu ditulis.

Syukur-syukur dari emosi bisa menghasilkan sebuah karya. Bahkan ada penulis yang berasumsi tulisan terbaik bisa jadi dari sebuah luapan emosi. Kalau kamu membiasakan menulis, insya Allah menjumpai emosi juga akan lebih tenang.

Jalaludin Rumi dalam buku Terapi Masnawi pernah bertutur “keadaan setiap hari tidak akan sama dengan hari sebelumnya. Bagaikan sungai, keadaan-keadaan mengalir dan pergi. Tidak akan ada yang mampu menghentikan maupun mengibahkannya. Kesenangan yang terjadi tiap hari akan berbeda. Tak akan sama pengaruh dari pikiran yang tumbuh pada setiap harinya”.

“Wahai anak muda, badan ini adalah penginapan sementara. Tamu-tamu baru (kerisauan dan pikiran) datang setiap pagi. Jangan pernah mengatakan tamu itu akan tinggal selamanya. Dia akan tinggal sebentar kemudian pergi layaknya dia datang, menjemput ketiadaan”.

Hingga akhirnya menulis dapat mengontrol pikiran negatif atau emosi menjadi lebih tenang dan lebih bermanfaat.

Penulis : Asrofi

Share this.
Scroll to Top