Pagi itu, ketika matahari mulai meninggi, Aku melangkahkan kaki menuju dapur. Sebuah ruangan 3×2 m² yang berada di sebelah barat ruang guru.
Suasana pagi dan minuman hangat adalah pasangan serasi untuk dinikmati. Ku ambil sebuah gelas di rak. Perlahan aku tuang teh hangat dari ceret yang sudah tersedia di meja dapur.
“Cuuuurrr… ” Suara aliran teh hangat tersebut memecahkan keheningan pagi itu.
Aku duduk santai di meja dapur dan meminumnya perlahan sambil menikmati aroma wanginya. Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki mendekat menuju dapur. Ku arahkan pandangan menuju sumber suara. Ternyata seorang guru perempuan datang menuju wastafel untuk mencuci tangan dan mengambil segelas teh hangat. Ternyata itu Bu Nisa, guru baru di Madrasah kami. Iya, kami menyebutnya guru baru, karena baru bergabung di almamater kami selama satu semester terakhir ini.
Melihat aku duduk di meja dapur, Ia menghampiri dan menyapaku dengan senyum tersungging di pipinya. “Gimana kabarnya, lama tak jumpa, gimana liburannya?”, sapanya begitu khas.
“Alhamdulillah Bu… “, jawabku singkat.
“Liburan akhir tahun 2020 Aku sudah menyelesaikan membaca beberapa buku”, spontan aku laporkan buku-buku yang berhasil aku baca sampai selesai. Dalam beberapa kesempatan, memang Aku dan Bu Nisa sering memperbincangkan tentang literasi, terutama sastra. Jadi, bahas soal buku menurut kami selalu menjadi topik menarik.
Obrolan kami kemudian kembali membahas tentang liburan. Aku mencoba unuk balik tanya tentang liburannya.
“Sepertinya Njenengan kemarin ke Cirebon ya Bu?”, tanyaku.
“Iya kemarin lima hari di Cirebon, disana Aku bertemu guru dan teman-temanku”, tukasnya.
Ia menceritakan tujuannya ke Cirebon untuk Refresh hati dengan bersilaturrahmi ke guru-guru dan sahabat. Menurutnya, satu hal yang sangat membahagiakan itu ketika mendapatkan nasehat dari sosok guru yang lebih dekat dengan Allah SWT.
“Oh iya, ini kalau kamu berkenan mendengarkannya, beberapa hal yang aku dapatkan dari perjalananan refresh hati kemarin dari Guruku di Cirebon”, ujarnya.
” Monggo Bu”, responku.
“Banyak orang yang jasadnya hidup, tapi ruhnya mati. Jasad kita hidup, tapi belum bisa menghadirkan Allah dalam setiap gerak langkah kita”, ujarnya ketika menyambung lidah dari gurunya itu.
Kata-kata itu langsung masuk ke hatiku. Tiba-tiba mengingatkan kepada sholatku yang terkadang kurang khusyuk. Betapa jiwa ini masih belum bisa dekat dengan Allah SWT, yang menguasai alam semesta ini.
“Dan jangan lupa untuk tetap menjaga wudhu serta perbanyak sholawat”. Imbuhnya sambil pamit kembali menuju ruang guru. Kalimat singkat itu menjadi penutup perbincangan kami dan saat ini masih terngiang begitu jelas dalam ingatan.
Penulis : Muhammad Asrofi
Editor : Inayatun Nisa, S.H.I